Pemberian gelar kepada Raja Malaysia Mizan Zainal Abidin yang di lakukan pemerintah pekan lalu masih menimbulkan perbincangan seru. Seperti diberitakan sebelumnya, Raja Negeri Jiran itu mendapat gelar kehormatan “Bintang Adipurna” sebuah penghargaan sipil yang tertinggi. Gelar yang sama telah diberikan juga untuk mantan presiden Soekarno.
Banyak pihak yang menyayangkan pemberian gelar tersebut, pasalnya hubungan antara Malaysia dan Indonesia kerap diwarnai kontraversi. Menurut Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq tidak ada keuntungan politik yang diperoleh dari pemberian gelar tersebut. Hal yang lebih pedas diungkapkan oleh mantan anggota Komisi III DPR, Firman Djaya Daeli. "Pemberian Bintang Kehormatan tersebut seperti mau memberi tahu rakyat Indonesia bahwa pemimpinnya lebih menghormati Malaysia yang dinilai melanggar wilayah Indonesia, dan melanggar hak asasi warga negara Indonesia yang bekerja di Malaysia," jelas Firman seperti dikutip kompas.
Menanggapi kontravensi tersebut, istana pun angkat bicara. Menurut juru bicara presiden, Julian Aldrian Pasha. Penganugerahan gelar kehormatan ini sebagai balasan terhadap penghargaan yang pernah diberikan kerajaan Malaysia kepada presiden pada tahun 2008 lalu. “Ini adalah suatu resiprokal (balasan) dari pemberian bintang penghargaan yang lazim diberikan antara dua negara yang bersahabat”. Keputusan presiden ini mendapat dukungan dari wakil ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin. "Kita harus berkepala dingin dalam melihat pemberian gelar itu, saya melihat tidak ada hubungannya pemberian gelar dengan masalah pencaplokan wilayah.", ucap Hasanuddin yang juga mengaku sempat menjadi anggota seleksi tanda kehormatan mengatakan pemberian gelar tersebut sudah meliputi data-data dan teknis di lapangan.
Sebagai negara tetangga, polemik antara Malaysia dan Indonesia memang kerap terjadi. Namun peristiwa ini harus bisa ditanggapi secara positif dan dengan kepala dingin karena pemberian gelar ini mungkin saja bisa makin memperbaiki hubungan bilateral kedua negara satu rumpun ini.